Jumat, 22 Februari 2013

Tugas (Etika Bisnis)

SATRIO NOVANTORO, 11209844, 3EA16

MAKALAH SUMBER DAYA MANUSIA (SELEKSI TENAGA KERJA)

Pengertian Seleksi

Seleksi maksudnya pemilihan tenaga kerja yang sudah tersedia. Seleksi pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi syarat dan memiliki kualifikasi yang sesuai dengan deskrifsi pekerjaan yang ada atau sesuai dengan kebutuhan organisasi/perusahaan.
Tujuan seleksi adalah mendapatkan tenaga kerja yang paling tepat untuk memangku suatu jabatan tertentu. Mengarah pada tujuan seleksi yang demikian itu, setiap organisasi yang bersangkutan senantiasa akan berusaha dengan biaya yang serendah mungkin dengan menggunakan cara yang paling efisien, tetapi efektif. 

Faktor Yang Harus Diperhatikan dalam Seleksi

1.   Penawaran tenaga kerja
Semakin bayak yang seleksi semakin baik bagi organisasi  dipilih yang memenuhi persyaratan yang ditentukan.
2. Etika
Perekrut, pemegang teguh norma, disiplin pribadi yang tinggi, kejujuran  yang tidak tergoyahkan, integritas karakter, serta objektivitas berdasarkan kretiria yang rasional.
3. Internal organisasi
Besar kecilnya anggaran, menentukan jumlah yang harus direkrut.
4. Kesamaan Kesempatan
Ada yang dikriminatif, kadang karena warna kulit, daerah asal, latar belakang sosial. Dengan kata lain ada pok minoritas dengan  keterbatasan-keterbatasan.
 Langkah-langkah dalam Proses Seleksi
  1. Terima surat lamaran
  2. Ujian
  3. Wawancara
  4. Chee latar belakang dan surat referensi
  5. Evaluasi kesehatan
  6. Wawancara kedua dengan atasan langsung
  7. Keputusan atas lamaran
Proses seleksi
  1. Test Psiko/kepribadian
  2. Test pengetahuan
  3. Test pelaksanaan pekerjaan.
Pendekatan dalam Proses Seleksi

Proses seleksi menurut beberapa ahli dianggap sebagai proses penyewaan tenaga ahli (the hiring process). Mereka menganggap hiring dan selection merupakan konsep ketenagakerjaan yang “interchangeable” (dapat saling ditukar istilahnya). Dalam proses seleksi, akan terjadi di antara “menyewa” (bagi pelamar tenaga kerja yang lolos seleksi) dengan “tidak jadi menyewa” (bagi pelamar yang tidak memenuhi syarat), maka mereka lebih menyukai “proses seleksi” dari pada “proses penyewaan” tenaga kerja.
Dalam proses seleksi ada dua pendekatan diantaranya:
a.   Pendekatan succesive hurdles
Sebagian besar proses seleksi yang berjalan sampai saat ini berdasarkan konsep succesive hurdles. Itu berarti bahwa untuk berhasilnya pelamar tenaga kerja diterima dalam suatu organisasi, mereka harus lulus dari berbagai persyaratan yang telah ditentukan secara bertahap. Mulai dari mengisi blanko lamaran, tes-tes, wawancara, mengecek seluruh latar belakang pribadi pelamar, dan pemeriksaan medis maupun pemeriksaan relevant lainnya, dll.
b.   Pendekatan compensantory
Pendekatan yang lain, yang rupanya kurang biasa dipergunakan, didasarkan pada beranggapan bahwa kekurangan pada satu faktor disatu pihak sebenarnya dapat “ditutupi” oleh faktor seleksi lainnya yang cukup baik dipihak lain.

Teknik Seleksi

a. Teknik seleksi menggunakan interview
Interview atau wawancara lazim digunakan dalam proses  seleksi calon pegawai atau karyawan. Interview atau wawancara bagaimana pun juga memiliki kelemahan, antara lain menurut Drs.Manullang adalah sebagai berikut.
  1. Subyektivitas pewawancara,
  2. Cara mengajukan pertanyaan,
  3. Pengaruh halo.

Terdapat suatu gagasan untuk melenyapkan kelemahan-kelemahan tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Mc Merry anatara lain:
  1. Orang yang bertugas menginterview bekerja atas dasar kualifikasi definitif.
  2. Orang yang bertugas menginterview mengetahui pertanyaan yang diajukannya kepada pelamar dan telah disusun terlebih dahulu dengan kata-kata yang mudah dimengerti.
  3. Orang yang bertugas menginterview telah mendapat pelatihan dalam teknik menginterview.
  4. Orang yang bertugas menginterview sudah mendapatkan data-data mengenai diri pelamar terlebih dahulu, baik melalui telepon maupun dari laporan-laporan tertentu.
b.   Teknik seleksi menggunakan assessment center

Merupakan suatu proses penilaian (rating) yang dinilai sophiscated, yang isinya diarahkan sedemikian rupa sehingga kita dapat meminimalisasikan timbulnya penyimpangan/bias yang sangat mungkin terjadi. Sehingga dapat dipastikan kandidat tenaga kerja yang terlibat dalam proses penilaian tersebut memperoleh suatu kesempatan yang sama untuk memunculkan potensi.
Program assessment center yang didasarkan pada pendekatan multiple merupakan pendekatan yang fleksibel, dalam arti bias diterapkan pada beberapa organisasi tergantung pada kebutuhannya.
Komentar: Dalam melakukan seleksi tenaga kerja hendaknya setiap organisasi atau perusahaan yang bersangkutan senantiasa berusaha dengan biaya yang serendah mungkin dengan menggunakan cara yang paling efisien, tetapi efektif.
 Sumber: http://dneeprasetyo.wordpress.com/2012/04/07/makalah-sumber-daya-manusia-seleksi-tenaga-kerja/

Tugas (Etika Bisnis)

SATRIO NOVANTORO, 11209844, 3EA16

Kasus Bisnis Tidak Beretika


Enam Tahun Lumpur Lapindo, Sisakan Tangis dan Dampak Sosial

Pada 29 Mei kemarin tragedi luapan lumpur lapindo di Porong, Sidoarjo memasuki tahun keenam. Namun demikian penyelesaian sejumlah masalah yang diakibatkan darinya masih menyisakan tanda tanya. Semburan masih nampak. Pembayaran ganti rugi pada korban belum tuntas. Diterangkan oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), rata-rata volume lumpur yang menyembur berkisar 10 hingga 15 ribu meter kubik per hari.

Tumpukan 4.129 berkas dari 13.286 keseluruhan berkas korban lumpur belum dilunasi. Nilai ganti rugi mencapai sekitar Rp 920 miliar. Bahkan mereka yang dinyatakan belum lolos verifikasi sengketa lahan, belum mendapat pembayaran sama sekali, yaitu sebanyak 73 berkas dengan nilai ganti rugi Rp 27,5 miliar.
Lapindo hanya bisa menjanjikan Rp 400 miliar yang akan didistribusikan pada Juli mendatang dengan prioritas ganti rugi di bawah Rp 500 juta. Sedangkan sisanya ‘belum jelas’.

Enam Tahun Menyisakan Tangis
Senin (28/5) lalu, Nanik Mulyani warga Desa Jatirejo Kecamatan Porong tak kuasa membendung derai air matanya. Sambil terisak ia bercerita tentang hidupnya yang mendadak berubah drastis semenjak lumpur membanjiri desanya dan terutama tempatnya bekerja.
Dalam diskusi enam tahun Lumpur Lapindo di Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya, Kota Surabaya, Jawa Timur, Senin (28/5) ini Nanik dan sejumlah perempuan lain korban lumpur bercerita, sambil terisak mereka menumpahkan endapan masalah yang tak kunjung usai.
Wanita yang sebelumnya bekerja di pabrik ini mesti menanggung kehilangan pekerjaan, karena tempatnya bekerja terendam lumpur. Belum lagi rumahnya ikut pula terendam. Lengkap sudah, pekerjaan hilang, rumahpun tak punya. Untuk menghidupi diri dan keluarganya, kini Nanik bekerja sebagai pembantu rumah tangga mulai pagi hingga sore. Pada malam hari, ia mencari uang dengan menjadi tukang ojek.
Dalam hal ganti rugi, dia yang hingga kini masih mengungsi ini memilih skema pembayaran cash and carry dari PT Minarak Lapindo Jaya dengan pola pembayaran 20 persen lalu 80 persen. Tapi itupun tak menyelesaikan persoalannya. “sampai sekarang saya baru terima 20 persen, itu pun harus dibagi dengan saudara ada delapan orang,” ujarnya sambil terus terisak.
“Saya ingin uang saya dibayar. Ini sudah enam tahun. Kemarin saya ikut demo ke Surabaya, malah dilempari gas air mata,” lanjutnya.
Bertema “Pulihkan Hidup Kami, Selamatkan Negeri Ini”, dalam diskusi itu ditampilkan film dokumenter tentang kehidupan korban lumpur Lapindo. Tampak kondisi taman kanak-kanak siswa korban lumpur yang hanya berdinding triplek minim fasilitas, dindingnya pun hanya menutupi separuh bangunan.


Dampak Sosial

Menurut aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Yuliani, enam tahun masalah lumpur lapindo hanya menimbulkan dampak sosial.
Masalah kesehatan misalnya. Data di Puskesmas Porong menunjukkan tren sejumlah penyakit terus meningkat sejak 2006. Penderita infeksi saluran pernapasan (ISPA) yang pada 2005 sebanyak 24.719 orang, pada 2009 meningkat pesat menjadi 52.543 orang. Selain itu, gastritis yang pada 2005 baru 7.416 orang, pada 2009 melonjak tiga kali lipat menjadi 22.189 penderita.
Kemudian masalah pendidikan, setelah 33 sekolah ditenggelamkan lumpur. Hingga saat ini, belum ada satu pun sekolah pengganti yang dibangun pemerintah.
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menambahkan, potensi masalah lain yang timbul adalah masalah kecemburuan sosial dan konflik antarwarga. Mengapa demikian?
Koordinator Nasional JATAM Andrie S Wijaya menjelaskan, penetapan wilayah terdampak lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, semakin tidak jelas. Hal ini lah yang berpotensi memunculkan kecemburuan sosial dan konflik antarwarga dari daerah yang terkena dampak lumpur.
“Bibit konflik horisontal di tingkat warga akibat buruknya pembayaran ganti rugi lahan,” kata Andrie.
Banyak warga yang belum mendapat ganti rugi padahal daerah mereka ditetapkan sebagai wilayah terdampak sejak pertama kali semburan lumpur terjadi, 29 Mei 2006. Dalam ketidakpastian itu, pemerintah malah menetapkan wilayah terdampak baru dan mempercepat pembayaran. Ini tentu akan menimbulkan kecemburuan sosial.
Pemerintah menetapkan wilayah lain sebagai wilayah terdampak baru dan proses pembayaran dipercepat, sementara wilayah yang jelas-jelas terdampak dari awal, pembayarannya malah belum jelas.

Tuntutan

Mulai 16 April lalu, lebih dari 2.000 orang secara bergantian memblokade tanggul lumpur di titik 25, Porong, Sidoarjo. Meski terhitung menjadi korban pertama yang terusir dari kampung halaman sejak 2006, hingga kini proses ganti ruginya belum tuntas. Padahal, proses ganti rugi kepada rekan-rekan mereka yang kampungnya tenggelam belakangan malah sudah banyak yang beres. Selama blokade, warga melarang truk-truk BPLS masuk. Praktis selama enam minggu belakangan sama sekali tak ada penguatan tanggul.
Padahal, Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Akhmad Kusairi mengatakan, curah hujan yang akhir-akhir ini cukup tinggi mengakibatkan kondisi tanggul kritis. Ia khawatir akan kondisi tanggul jika warga tetap bersikeras menduduki tanggul titik 25 sampai ada kejelasan status.





Saran dan Kesimpulan :  pihak-pihak yang bersangkutan untuk lebih memprioritas kan kesejahteraan masyarakat setempat demi mendapatkan segala hak-hak nya.



2. Kasus Baso Tiren

TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Bisnis produksi bakso (pentol bakso) yang dibuat dari daging ayam tiren (daging mulai membusuk) di Dusun Pungkuran Wetan, Pleret, Bantul, terbongkar.
Polisi sudah meminta keterangan dari sejumlah saksi, dan beberapa tersangka yang diduga terlibat dalam kasus itu. Polisi pun menetapkan pemiliknya sebagai tersangka.
Kapolsek Pleret, Bantul AKP Heri Suryanto mengatakan, kasus dibagi menjadi dua bagian, berdasarkan barang bukti berupa ayam tiren dan bakso.
Pertama, kasus ayam tiren, karena saat penangkapan didapati barang bukti ayam tiren, dan saat ini surat resmi dari Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan (dispertahut) Bantul   perihal pemeriksaan barang bukti berupa ayam tiren sudah ada.
Dari surat itu diketahui, ayam tiren berbahaya dan tidak layak dikonsumsi. Maka, satu tersangka secara resmi baru ditetapkan atas nama Sugiyoto (pemilik).
Selain Sugiyoto, ada beberapa orang yang sempat diperiksa polisi, hanya, saat ini statusnya  sebagai saksi dan dikenakan wajib lapor.
Untuk bakso olahan, masih menunggu hasil dari BPOM. Jika hasilnya positif menggunakan daging olahan dari ayam bangkai, maka pemilik akan dikenakan pasal dobel, yaitu mengolah ayam busuk sekaligus mengedarkan.
Diberitakan sebelumnya, dua rumah dijadikan tempat produksi rumahan bakso yang dibuat dari daging ayam tiren, di Dusun Pungkuran Wetan, Pleret, Bantul.
Informasi yang dihimpun Tribun di sekitar lokasi, produksi bakso daging tiren setidaknya sudah berjalan sekitar 10 tahun.
Tiap harinya lebih kurang 500 kilogram daging diolah kemudian dijadikan bakso. Sedikitnya, 7.000 pentol bakso diedarkan, kemudian dikunyah para penikmat bakso.
Bahkan, bisnis bakso yang tiap hari beromset jutaan Rupiah, diawali dari sepetak rumah sederhana, hingga menjadi rumah tangga yang berkecukupan lantaran memiliki bangunan rumah bagus dan memiliki kendaraan roda empat.
Kepolisian Pleret juga sudah mengamankan dua lokasi, yakni satu gudang yang digunakan sebagai tempat pengepulan dan penggilingan. Gudang itu digunakan untuk mengolah daging ayam tiren menjadi bakso.

Saran dan kesimpulan : Sebaiknya konsumen lebih teliti dalam membeli baso, sehingga mereka tidak terjebak. Dan pedagang baso sebaiknya memperhatikan kesehatan dari baso yang mereka buat sehingga konsumen tidak dirugikan.

Sumber : http://www.tribunnews.com/2012/09/02/pemilik-usaha-bakso-tiren-jadi-tersangka

Tugas (Etika Bisnis)

SATRIO NOVANTORO, 11209844, 3EA16

PENGERTIAN ETIKA BISNIS

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.

INDIKATOR ETIKA BISNIS

Kehidupan bisnis modern menurut banyak pengamat cenderung mementingkan keberhasilan material. Menempatkan material pada urutan prioritas utama, dapat mendorong para pelaku bisnis dan masyarakat umum melirik dan menggunakan paradigma dangkal tentang makna dunia bisnis itu sendiri. Sesungguhnya dunia binis tidak sesadis yang dibayangkan orang dan material bukanlah harga mati yang harus diupayakan dengan cara apa yang dan bagaimanapun. Dengan paradigma sempit dapat berkonotasi bahwa bisnis hanya dipandang sebagai sarana meraih pendapatan dan keuntungan uang semata, dengan mengabaikan kepentingan lainnya. Organisasi bisnis dan perusahaan dipandang hanya sekedar mesin dan sarana untuk memaksimalkan keuntungannya dan dengan demikian bisnis semata-mata berperan sebagai jalan untuk menumpuk kekayaan dan bisnis telah menjadi jati diri lebih dari mesin pengganda modal atau kapitalis.
Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang baru, bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Alasannya adalah sebagai berikut:
1. Secara moral keuntungan memungkinkan organisasi/perusahaan untuk bertahan dalam kegiatan bisnisnya.
2. Tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas yang produktif dalam memacu pertumbuhan ekonomi.
3. Keuntungan tidak hanya memungkinkan perusahaan bertahan melainkan dapat menghidupi karyawannya ke arah tingkat hidup yang lebih baik. Keuntungan dapat dipergunakan sebagai pengembangan perusahaan sehingga hal ini akan membuka lapangan kerja baru.


Implementasi etika dalam penyelenggaraan bisnis mengikat setiap personal menurut bidang tugas yang diembannya. Dengak kata lain mengikat manajer, pimpinan unit kerja dan kelembagaan perusahaan. Semua anggota organisasi/perusahaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi harus menjabarkan dan melaksanakan etika bisnis secara konsekuen dan penuh tanggung jawab. Dalam pandangan sempit perusahaan dianggap sudah dianggap melaksanakan etika bisnis bilamana perusahaan yang bersangkutan telah melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Dari berbagai pandangan etika bisnis, beberapa indikator yang dapat dipakai untuk menyatakan bahwa seseorang atau perusahaan telah mengimplementasikan etika bisnis antara lain adalah:
1.   Indikator Etika Bisnis menurut ekonomi adalah apabila perusahaan atau pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber daya bisnis dan sumber daya alam secara efisien tanpa merugikan masyarakat lain.
2.   Indikator Etika Bisnis menurut peraturan khusus yang berlaku. Berdasarkan indikator ini seseorang pelaku bisnis dikatakan beretika dalam bisnisnya apabila masing-masing pelaku bisnis mematuhi aturan-aturan khusus yang telah disepakati sebelumnya.
3.   Indikator Etika Bisnis menurut hukum. Berdasarkan indikator hukum seseorang atau suatu perusahaan dikatakan telah melaksanakan etika bisnis apabila seseorang pelaku bisnis atau suatu perusahaan telah mematuhi segala norma hukum yang berlaku dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
4.   Indikator Etika Bisnis berdasarkan ajaran agama. Pelaku bisnis dianggap beretika bilamana dalam pelaksanaan bisnisnya senantiasa merujuk kepada nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya.
5.   Indikator Etika Bisnis berdasarkan nilai budaya. Setiap pelaku bisnis baik secara individu maupun kelembagaan telah menyelenggarakan bisnisnya dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang ada disekitar operasi suatu perusahaan, daerah dan suatu bangsa.
6.   Indikator Etika Bisnis menurut masing-masing individu adalah apabila masing-masing pelaku bisnis bertindak jujur dan tidak mengorbankan integritas pribadinya.