Rabu, 28 November 2012

Tugas (Etika Bisnis)

SATRIO NOVANTORO, 11209844, 3EA16

Prinsip- Prinsip Etika Dalam Bisnis

Bisnis dapat diartikan sebagai kegiatan memproduksi dan menjual barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kegiatan bisnis terjadi karena keinginan untuk saling memenuhi kebutuhan hidup masing-masing manusia, dan masing-masing pihak tentunya memperoleh keuntungan dari proses tersebut. Tidak dapat disangkal bahwa pada umumnya orang berpendapat bahwa bisnis adalah untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Untuk memaksimumkan keuntungan tersebut, maka tidak dapat dihindari sikap dan perilaku yang menghalalkan segala cara yang sering tidak dibenarkan oleh norma moral.

Kalau memaksimalkan keuntungan menjadi satu-satunya tujuan perusahaan, dengan sendirinya akan timbul keadaan yang tidak etis. Mengapa begitu? Jika keuntungan menjadi satu-satunya tujuan, semuanya dikerahkan dan dimanfaatkan demi tercapainya tujuan itu, termasuk juga karyawan yang bekerja dalam perusahaan. Akan tetapi, memperalat karyawan karena alasan apa saja berarti tidak menghormati mereka sebagai manusia. Dengan itu dilanggar suatu prinsip etis yang paling mendasar kita selalu harus menghormati martabat manusia. Immanuel Kant, filsuf Jerman abad ke-18, menurutnya prinsip etis yang paling mendasar dapat dirumuskan sebagai berikut: “hendaklah memperlakukan manusia selalu juga sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana belaka”. Mereka tidak boleh dimanfaatkan semata-mata untuk mencapai tujuan. Misalnya, mereka harus dipekerjakan dalam kondisi kerja yang aman dan sehat dan harus diberikan gaji yang pantas.

Sejarah mencatat Revolusi Industri yang terjadi dari 1760 sampai 1830 dengan tujuan untuk memaksimalisasi keuntungan, menyebabkan tenaga buruh dihisap begitu saja, sungguh diperalat. Upah yang diberikan sangat rendah, hari kerja panjang sekali, tidak ada jaminan kesehatan. Jika buruh jatuh sakit ia sering diberhentikan dan dalam keadaan lain pun buruh bisa diberhentikan dengan semena-mena. Lebih parahnya, banyak dipakai tenaga wanita dan anak dibawah umur, karena kepada mereka bisa diberikan upah lebih rendah lagi dan mereka tidak mudah memberontak. Hal ini menunjukkan bahwa maksimalisasi keuntungan sebagai tujuan usaha ekonomis bisa membawa akibat kurang etis.

Di satu pihak perlu diakui, bisnis tanpa tujuan profit bukan bisnis lagi. Di lain pihak keuntungan tidak boleh dimutlakkan. Keuntungan dalam bisnis merupakan suatu pengertian yang relatif. Ronald Duska (1997) dalam Bertens (2000), mencoba untuk merumuskan relativitas tersebut dengan menegaskan bahwa kita harus membedakan antara purpose (maksud) dan motive. Maksud bersifat obyektif, sedangkan motivasi bersifat subyektif. Keuntungan tidak merupakan maksud bisnis. Maksud bisnis adalah menyediakan produk atau jasa yang bermanfaat untuk masyarakat. Keuntungan hanya sekadar motivasi untuk mengadakan bisnis. Oleh karena itu, bisnis menjadi tidak etis, kalau perolehan untung dimutlakkan dan segi moral dikesampingkan.


Keuntungan memungkinkan bisnis hidup terus, tetapi tidak menjadi tujuan terakhir bisnis itu sendiri. Oleh karenanya tidak bisa dikatakan lagi bahwa profit merupakan satu-satunya tujuan bagi bisnis. Beberapa cara untuk melukiskan relativitas keuntungan dalam bisnis, dengan tidak mengabaikan perlunya (Bertens, 2000), adalah sebagai berikut:
·  Keuntungan merupakan tolak ukur untuk menilai kesehatan perusahaan atau efisiensi manajemen dalam perusahaan;
·  Keuntungan adalah pertanda yang menunjukkan bahwa produk atau jasanya dihargai oleh masyarakat;
·  Keuntungan adalah cambuk untuk meningkatkan usaha;
·  Keuntungan merupakan syarat kelangsungan perusahaan;
·  Keuntungan mengimbangi resiko dalam usaha.

Dari konsep relativitas keuntungan diatas, mengisyaratkan bahwa keuntungan bukan yang utama dalam bisnis. Persepsi manfaat dari pencapaian keuntungan harus dirubah, karena bisnis bukan semata-mata untuk memperoleh keuntungan materiil. Untuk itu prinsip-prinsip etika yang diterapkan dalam kegiatan bisnis pada perusahaan-perusahaan bisnis, haruslah mengacu pada stakeholders benefit. Stakeholders adalah semua pihak yang berkepentingan dengan kegiatan suatu perusahaan. Pihak berkepentingan internal adalah “orang dalam” dari suatu perusahaan: orang atau instansi yang secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, seperti pemegang saham, manajer, dan karyawan. Pihak berkepentingan eksternal adalah “orang luar” dari suatu perusahaan: orang atau instansi yang tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan perusahaan, seperti para konsumen, masyarakat, pemerintah, lingkungan hidup. Kita bisa mengatakan bahwa tujuan perusahaan adalah manfaat semua stakeholders. Misalnya, tidak etis kalau dalam suatu keputusan bisnis hanya kepentingan para pemegang saham dipertimbangkan. Bukan saja kepentingan para pemegang saham harus dipertimbangkan tapi juga kepentingan semua pihak lain, khususnya para karyawan dan masyarakat di sekitar pabrik.

Beberapa prinsip etis dalam bisnis telah dikemukakan oleh Robert C.Solomon (1993) dalam Bertens (2000), yang memfokuskan pada keutamaan pelaku bisnis individual dan keutamaan pelaku bisnis pada taraf perusahaan. Berikut dijelaskan keutamaan pelaku bisnis individual, yaitu:

1. Kejujuran
Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting yang harus dimiliki pelaku bisnis. Orang yang memiliki keutamaan kejujuran tidak akan berbohong atau menipu dalam transaksi bisnis. Pepatah kuno caveat emptor yaitu hendaklah pembeli berhati-hati. Pepatah ini mengajak pembeli untuk bersikap kritis untuk menghindarkan diri dari pelaku bisnis yang tidak jujur. Kejujuran memang menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran, namun dalam dunia bisnis terdapat aspek-aspek tertentu yang tetap harus menjadi rahasia. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa setiap informasi yang tidak benar belum tentu menyesatkan juga.

2. Fairness
Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang dan dengan ”wajar” yang dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu transaksi.

3. Kepercayaan
Kepercayaan adalah keutamaan yang penting dalam konteks bisnis. Kepercayaan harus ditempatkan dalam relasi timbal-balik. Pebisnis yang memiliki keutamaan ini boleh mengandaikan bahwa mitranya memiliki keutamaan yang sama. Pebisnis yang memiliki kepercayaan bersedia untuk menerima mitranya sebagai orang yang bisa diandalkan. Catatan penting yang harus dipegang adalah tidak semua orang dapat diberi kepercayaan dan dalam memberikan kepercayaan kita harus bersikap kritis. Kadang kala juga kita harus selektif memilih mitra bisnis. Dalam setiap perusahaan hendaknya terdapat sistem pengawasan yang efektif bagi semua karyawan, tetapi bagaimanapun juga, bisnis tidak akan berjalan tanpa ada kepercayaan.

4. Keuletan
Keutamaan keempat adalah keuletan, yang berarti pebisnis harus bertahan dalam banyak situasi yang sulit. Ia harus sanggup mengadakan negosiasi yang terkadang seru tentang proyek atau transaksi yang bernilai besar. Ia juga harus berani mengambil risiko kecil ataupun besar, karena perkembangan banyak faktor tidak diramalkan sebelumnya. Ada kalanya ia juga tidak luput dari gejolak besar dalam usahanya. Keuletan dalam bisnis itu cukup dekat dengan keutamaan keberanian moral.

Selanjutnya, empat keutamaan yang dimiliki orang bisnis pada taraf perusahaan, yaitu:

1. Keramahan
Keramahan tidak merupakan taktik bergitu saja untuk memikat para pelanggan, tapi menyangkut inti kehidupan bisnis itu sendiri, karena keramahan itu hakiki untuk setiap hubungan antar-manusia. Bagaimanapun juga bisnis mempunyai segi melayani sesama manusia.

2. Loyalitas
Loyalitas berarti bahwa karyawan tidak bekerja semata-mata untuk mendapat gaji, tetapi juga mempunyai komitmen yang tulus dengan perusahaan. Ia adalah bagian dari perusahaan yang memiliki rasa ikut memiliki perusahaan tempat ia bekerja.

3. Kehormatan
Kehormatan adalah keutamaan yang membuat karyawan menjadi peka terhadap suka dan duka serta sukses dan kegagalan perusahaan. Nasib perusahaan dirasakan sebagai sebagian dari nasibnya sendiri. Ia merasa bangga bila kinerjanya bagus.


4. Rasa Malu
Rasa malu membuat karyawan solider dengan kesalahan perusahaan. Walaupun ia sendiri barang kali tidak salah, ia merasa malu karena perusahaannya salah.

Tugas (Etika Bisnis)

SATRIO NOVANTORO, 11209844, 3EA16

CSR (Corporate Social Responsibility)

CSR adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Contoh bentuk tanggung jawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability.

Seberapa jauhkah CSR berdampak positif bagi masyarakat ?
CSR akan lebih berdampak positif bagi masyarakat; ini akan sangat tergantung dari orientasi dan kapasitas lembaga dan organisasi lain, terutama pemerintah. Studi Bank Dunia (Howard Fox, 2002) menunjukkan, peran pemerintah yang terkait dengan CSRmeliputi pengembangan kebijakan yang menyehatkan pasar, keikutsertaan sumber daya, dukungan politik bagi pelaku CSR, menciptakan insentif dan peningkatan kemampuan organisasi. Untuk Indonesia, bisa dibayangkan, pelaksanaan CSR membutuhkan dukungan pemerintah daerah, kepastian hukum, dan jaminan ketertiban sosial. Pemerintah dapat mengambil peran penting tanpa harus melakukan regulasi di tengah situasi hukum dan politik saat ini. Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator penanganan krisis melalui CSR (Corporate Social Responsibilty). Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi fokus, dengan masukan pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang mau terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses interaksi antara pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar terjadi proses interaksi yang lebih adil dan menghindarkan proses manipulasi atau pengancaman satu pihak terhadap yang lain.

Contoh perusahaan yang menerapkan CSR (Corporate Social Responsibility), PT. HM Sampoerna

PT. HM Sampoerna dengan dana yang melimpah, menawarkan kegiatan sosial yang dilakukan untuk kepentingan masyarakat. Tidak mau kalah dengan PT. HM Sampoerna, PT. Djarum Indonesia menawarkan banyak program yang dilakukan untuk masyarakat, antara lain Djarum Bakti Pendidikan, Djarum Bakti Lingkungan, dan Djarum Bakti Olahraga.  Bentuk dari Djarum Bakti Pendidikan dan Djarum Bakti Olahraga adalah pemberian beasiswa kepada siswa berprestasi namun tidak mampu secara ekonomi atau siswa yang berprestasi baik di bidang akademik maupun olahraga (khususnya olahraga bulu tangkis).
Di mata sebagian besar pemilik perusahaan dan jajaran direksi perusahaan, istilah corporate social responsibility (CSR) dipandang hanya sebagai tindakan filantropi. CSR ditempatkan sebagai derma perusahaan atau bahkan sedekah pribadi. Selain itu, terdapat juga pandangan yang cukup kuat di mata pelaku bisnis yang memandang CSR sebagai strategi bisnis. CSR dijadikan sebagai instrumen untuk mencapai dan meningkatkan tujuan ekonomi melalui aktivitas sosial.
Dalam beberapa iklan rokok di televisi, dapat dilihat bahwa iklan rokok menyentuh sisi kepedulian sosial. Pemberian beasiswa pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu dipublikasikan secara dramatis, sehingga iklan rokok bukan saja mengagumkan, namun juga mampu menyentuh solidaritas kemanusiaan. Setelah PT. HM Sampoerna dengan jargon ”Sampoerna untuk Indonesia” banyak menampilkan sumbangsih mereka untuk mencerdasakan bangsa, belakangan PT Djarum menampilkan hal senada. Kendati sebagian orang mengetahui bahwa kegiatan ”Sampoerna untuk Indonesia” dikelola oleh Sampoerna Foundation yang secara manajerial terpisah dan independen dari PT HM Sampoerna, namun semua orang mafhum bahwa publikasi itu memiliki relasi dengan pemasaran (caused related marketing) dengan produk rokok Sampoerna. Demikian pula halnya Beasiswa Djarum atau Diklat Bulu Tangkis Djarum.

Sumber: http://www.usaha-kecil.com/pengertian_csr.html
http://rahadiandimas.staff.uns.ac.id/?p=755

Kamis, 05 Juli 2012

SILOGISME

Nama    :Satrio Novantoro
Npm      : 11209844
Kelas     : 3EA16
Tugas    : SOFTSKILL BAHASA INDONESIA 2

Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Nenek Sumi berada di Bandung.
∴ Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme

ENTIMEM

Nama    :Satrio Novantoro
Npm      : 11209844
Kelas     : 3EA16
Tugas    : SOFTSKILL BAHASA INDONESIA 2

Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan. Contoh entimen:
  • Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme

TUGAS BAHASA INDONESIA 2

Nama    :Satrio Novantoro
Npm      : 11209844
Kelas     : 3EA16
Tugas    : SOFTSKILL BAHASA INDONESIA 2

PERANAN BAHASA INDONESIA DALAM PERKEMBANGAN ILMU
PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DI ERA GLOBALISASI
Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, seperti tercantum pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda yang berbunyi Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan , bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai  bahasa nasional ; kedudukannya berada diatas bahasa – bahasa daerah. Selain itu , didalam undang – undang dasar 1945 tercantum pasal khusus ( BAB XV , pasal 36 ) mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa Negara ialah bahasa Indonesia. Pertama, bahsa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional sesuai dengan sumpah pemuda 1928; kedua, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa Negara sesuai dengan undang – undang dasar 1945.
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi.  Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu.
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Menurut Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi. Mereka menunjukkan bahwa dua orang atau pihak yang mengadakan komunikasi dengan mempergunakan cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama.  Lukisan-lukisan, asap api, bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi mengandung banyak segi yang lemah.
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) Lambang kebanggaan kebangsaan, (2) lambang identitas nasional, (3) alat perhubungan antar warga, antar daerah, dan antar budaya,dan (4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai – bagai suku bangsa dengan latar belakang social budaya dan bahasanya masing – masing kedalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
  1. a.            Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi. Seorang penulis mengekspresikan dirinya melalui tulisannya. Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun adalah sarana pengungkapan diri seorang ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi, kita dapat menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai contoh lainnya, tulisan kita dalam sebuah buku,A  merupakan hasil ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca kita.
Kita hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai berpikir kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada teman kita.
Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
-A A A A A A A A  agar menarik perhatian orangA  lain terhadap kita,
-A A A A A A A A  keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi
Pada tarafA  permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembangA  sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).
Kita memilih cara berbahasa yang berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada teman kita. Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
  1. Agar menarik perhatian orang  lain terhadap kita,
  2. Keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri.
b.      Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
c.       Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
Bahasa disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat  hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
d.      Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun  pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
Ceramah agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial.
Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio. klan layanan masyarakat atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan pandangan orang lain mengenai suatu hal.
Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang.
Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu bahasa Indonesia juga mempunyai empat fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai lambang kebangsaan negara;
2. Lambang identitas negara;
3. Alat penghubung antarwarga, antardaerah, antarbudaya;
4. Alat yang menyatukan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda.
Arus globalisasi berdampak pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era globalisasi, bangsa Indonesia harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan IPTEK itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) IPTEK tidak dapat tumbuh dan berkembang. Bahasa Indonesia di dalam struktur budaya memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan IPTEK. Tanpa peran bahasa serupa itu, IPTEK tidak akan dapat berkembang. Implikasinya menyebabkan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Jika cermat dalam menggunakan bahasa, maka kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar.
Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia merupakan alat yang digunakan sebagai bahasa media massa untuk menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah dengan konsisten. Sedangkan bahasa yang baik adalah bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannnya. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap terbuka sehingga mampu mengembangkan dan menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
Semakin berkembangnya teknologi di dalam kehidupan kita akan berdampak juga pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan IPTEK itu.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat dapat membuat pergeseran pada bahasa Indonesia. Apalagi biasanya teknologi informasi (TI) banyak yang menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar pemrograman. Dalam penerapannya teknologi informasi jarang yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi. Ini menyebabkan peralihan dari bahasa Indonesia sebagai bahasa negara menjadi bahasa Inggris yang merupakan bahasa Internasional. Dilihat dari realitas ini menyebabkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang positif dan negatif.
Dampak Positif perkembangan IPTEK
1. Memberikan berbagai kemudahan
Perkembangan IPTEK mampu membantu manusia dalam beraktifitas. Terutama yang berhubungan dengan kegiatan perindustrian dan telekomunikasi. Namun, dampak dari perkembangan IPTEK juga berdampak ke berbagai hal seperti kegiatan kehidupan sehari-hari. Semakin majunya teknologi membuat jarak yang jauh menjadi dekat dan jarak yang dekat menjadi jauh. Dahulu masyarakat mengirim uang jarak jauh menggunakan wesel pos, kini sudah menggunakan e-banking atau transfer. Sehingga aktifitas pengiriman uang dapat lebih cepat di laksanakan tanpa memakan waktu yang lama. Ini adalah contoh efek positif perkembangan IPTEK di dalam membantu aktifitas manusia.
2. Mempermudah meluasnya berbagai informasi
Informasi merupakan hal yang sangat penting bagi kita, dimana tanpa informasi kita akan serba ketinggalan. terlebih lagi ketika berbagai media cetak dan elektronik berkembang pesat. Hal ini memaksa kita untuk mau tidak mau harus bisa dan selalu mendapatkan berbagai informasi. Pada masa dahulu, mahasiswa harus membaca berbagai macam buku sebagai sumber untuk mendapat informasi yang diinginkan. Namun sekarang kegiatan semacam ini sudah mulai ditinggalkan, mereka lebih senang mencari informasinya melalui media internet yang menyediakan layanan untuk pencarian yang mempercepat waktu dan membuat lebih efisien.
3. Bertambahnya pengetahuan dan wawasan
Komputer dahulu termasuk jenis peralatan yang sangat canggih, dimana hanya orang-orang tertentu yang mampu membelinya apalagi menggunakannya. Namun seiring dengan perkembangan IPTEK, peralatan elektronik seperti komputer, internet, dan handphone (Hp) sudah menjadi benda yang menjamur. Dimana tidak hanya orang-orang tertentu yang mampu menggunakannya, bahkan anak-anak di bawah umur juga dapat menggunakannya. Inilah pengaruh positif perkembangan IPTEK di era globalisasi terhadap ilmu pengetahuan dan wawasan masyarakat kita.
Dampak negatif perkembangan IPTEK
1. Mempengaruhi pola berpikir
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang konsumtif dan penasaran serta suka dengan hal baru. Terutama sekali dengan adanya berbagai perubahan pada berbagai peralatan elektronik. Hal ini sangat berdampak buruk terhadap pola berpikir masyarakat. Dewasa ini perkembangan pada teknologi dan komunikasi berpengaruh pada anak di bawah umur. Maraknya jejaring sosial yang ada membuat mereka terjerumus dalam pertemanan yang buruk. Apalagi adanya kejadian kejahatan melalui media jejaring sosial. Anak-anak biasanya belum bisa membedakan mana yang baik dan buruk bagi mereka. Terlebih lagi setiap harinya masyarakat kita disajikan dengan berbagai siaran yang kurang bermanfaat dari berbagi media elektronik.
2. Hilangnya budaya Tradisional
Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat hilangnya budaya anak-anak bermain permainan tradisional. Anak-anak sekarang cenderung lebih menyukai permainan berbasis online daripada bermain di lapangan. Permainan online yang digemari sering membuat anak lupa waktu dan tidak tertarik pada pelajaran sekolah. Orang tua harus bisa mengontrol dan mengawasi anak supaya tidak mengubah pola pikiran mereka kearah yang negatif.
3. Banyak menimbulkan berbagai kerusakan
Indonesia di kenal sebagai Negara yang kaya akan sumber istilah dan kosakata namun akhir-akhir ini, bahasa Indonesia mengalami transisi atau perubahan. Penggunaan bahasa gaul sangat diminati oleh masyarakat. Dengan semakin berkembangannya ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia,maka informasi, juga komunikasi di indonesia pun sudah berkembang. Di era globalisasi pada masa sekarang ini, kita harus bisa mengenal dan memahami berbagai perkembangan IPTEK, namun masih banyak yang kurang memahami dengan perkembangan bahasa Indonesia secara keseluruhan. Perkembangan IPTEK memberikan arti yang sangat positif, tidak sedikit pula yang membawa dampak negatif. Kita juga tidak mengetahui kapan bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa yang universal. (Eyang Ageng Sastranegara)
LITERATUR
1.      http://angel.ngeblogs.com/2009/11/01/peran-dan-fungsi-bahasa-indonesia/
2.      http://saifurublog.blogspot.com/2011/10/peranana-dan-fungsi-bahasa-indonesia.html
3.      http://rahmat-aufklarung.blogspot.com/2011/04/eksistensi-bahasa-indonesia-di-era.html
4.      http://simpleon7.wordpress.com/2011/06/11/bahasa-indonesia-tantangan-dan-peluang-pada-era-globalisasi/
5.      http://santri-ppsd.blogspot.com/2011/06/makalah-bahasa-dan-sastra-indonesia.html
6.    http://semangatbelajar.com/fungsi-bahasa/
7.    http://www.situsbahasa.info/2012/01/pentingnya-bahasa-indonesia-bagi.html

Rabu, 04 Juli 2012

Jurnal Ekonomi


Pentingnya Karyawan dalam Pembentukan Kepercayaan
Konsumen Terhadap Perusahaan Jasa:
(Suatu kajian dan Proposisi)

S. Pantja Djati
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen – Universitas Kristen Petra

Erna Ferrinadewi
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi – Universitas Kartini Surabaya

ABSTRAK
Karyawan memiliki peran yang penting bagi keberhasilan organisasi. Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang mampu memenuhi harapan konsumen. Namun bagaimana konsumen akan mempercayakan segala harapannya pada organisasi jasa masih menjadi pertanyaan yang menarik untuk dijawab. Berbagai riset trdahulu membuktikan bahwa kepercayaan merupakan kunci untuk mempertahankan hubungan jangka panjang antara organisasi dengan konsumen. Dalam kajian ini kami memproposisikan bahwa dimensi karyawan berperan dalam membentuk kepercayaan konsumen trhadap organisasi khususnya dalam bidang jasa.
Kata kunci : jasa, karyawan, kepercayaan.

PENDAHULUAN
Jasa merupakan bidang industri yang unik. Dikatakan unik karena bidang ini memiliki ciri khas yang membedakannya dengan bidang industri manufaktur. Keunikan paling nyata ada pada sifatnya yang tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan. Dalam transaksi jasa, perpindahan kepemilikan tidak terjadi, yang terjadi adalah penambahan nilai. Penambahan nilai dalam industri jasa merupakan masalah utama karena proses pertukaran atau transaksi dikatakan berhasil ketika semua pihak yang terlibat dalam proses tersebut mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan pengorbanannya. Inti dari pertukaran adalah mengorbankan sesuatu untuk memperoleh yang lain, diharapkan apa yang diperoleh melebihi yang dikorbankan. Perbedaan organisasi jasa dan manufaktur terletak pada peran manusianya atau karyawannya. Sifat jasa yang inseparability dimana produksi dan konsumsi dilakukan secara bersamaan membuat interaksi yang terjadi antara karyawan dengan konsumen selama proses transfer jasa menjadi sangat berpengaruh terhadap persepsi konsumen pada kualitas jasa (Bitner, Booms dan Mohr, 1994 ; Grõnroos, 1982; Hartline dan Ferrel, 1996; Surprenant dan Solomon, 1987) dan ini membuat karyawan berperan penting dalam proses jasa (Herrington dan Lomax, 2003) bahkan karyawan sering dipersepsi sebagai jasa itu sendiri (Shostack, 1977).
Pada usaha perbankan misalkan nasabah tidak kehilangan uangnya ketika ia menyimpannya di bank atau pada usaha bengkel, konsumen tidak kehilangan kendaraan bermotornya ketika diserahkan pada petugas bengkel, melainkan konsumen meminta agar penyedia jasa menambah nilai barang yang dimilikinya. Oleh karena tidak adanya perpindahan kepemilikan dari konsumen ke produsen dalam industri perbankan, maka unsur terpenting disini adalah kepercayaan. Kepercayaan konsumen terhadap penyedia jasa menempati posisi penting dalam proses transaksi jasa. Tanpa adanya rasa percaya konsumen terhadap penyedia jasa, maka tidak dimungkinkan terjadinya transaksi. Terjadinya transaksi jasa membutuhkan keterlibatan antara pihak pembeli dan penjual. Kajian berikut bermaksud untuk membahas pentingnya peran sumber daya manusia dalam upaya pembentukan kepercayaan konsumen terhadap penyedia jasa. Selanjutnya kajian akan dimulai dari pembahasan mengenai peran manusia dalam industri jasa, kemudian dilanjutkan dengan eksplorasi konsep kepercayaan dan terakhir adalah pembahasan peran karyawan dalam upaya pembentukan kepercayaan konsumen.

MANUSIA DALAM INDUSTRI JASA
Secara definisi, jasa adalah aktivitas yang memiliki elemen tidak berbentuk yang melibatkan interaksi dengan pelanggan atau dengan sesuatu yang dimiliki pelanggan, namun tidak mengakibatkan perpindahan kepemilikan (Payne,1993:164-165) Proses pertukaran yang terjadi dalam bidang ini berbeda dengan bidang manufaktur meskipun terdapat kesepakatan diantara kedua pihak yang terlibat dalam proses tersebut untuk menyerahkan miliknya yang berharga (konsumen) demi mendapatkan sesuatu dari produsen namun ciri khas yang penting disini adalah tidak terjadi perpindahan kepemilikan. Oleh karena tanpa adanya perpindahan
kepemilikan maka yang menjadi pusat perhatian dalam proses ini adalah pada kualitas interaksi antara karyawan dan pelanggan yang terjadi.
Hal yang perlu mendapat perhatian dari definisi diatas adalah pada aktivitas interaksi dengan pelanggan. Selama ini pelanggan cenderung menjadi aktor yang terlupakan dalam pemikiran manajemen (Bowen, 1998). Seperti telah diungkapkan diatas bahwa seringkali karyawan dipersepsi sebagai jasa itu sendiri (Shostack,1977), persepsi ini timbul karena dalam keseluruhan proses jasa interaksi antara karyawan dan konsumen sulit dihindari. Karyawan merupakan bagian integral perusahaan yang mewakili perusahaan dalam berinteraksi dengan konsumen karenanya kinerja karyawan akan menentukan apakah penyedia jasa tersebut mampu memberikan suatu jaminan atau assurance akan tercapainya keinginan konsumen.
Jasa berbeda dengan usaha manufaktur. Proses transaksi jasa nyaris sepenuhnya dihantarkan oleh manusia. Bahkan ada beberapa bidang jasa yang memerlukan keterlibatan pelanggan dalam proses transfer jasa. Bila keberhasilan usaha manufaktur dinilai dari kemampuan produk yang dihasilkan dalam memuaskan konsumen maka dalam industri jasa keberhasilan kinerja diukurmelalui kualitas hubungan interaksi antara karyawan dengan pelanggan. Responsiveness, Assurance dan Emphaty merupakan dimensi-dimensi manusia yang digunakan untuk mengukur keberhasilan penyedia jasa memenuhi harapan konsumen (Scot, 1998) merupakan indikasi betapa pentingnya elemen manusia dalam usaha jasa.
Pentingnya elemen manusia dalam perusahaan jasa disebabkan karena umumnya dalam usaha jasa terjadi interaksi antara karyawan dan pelanggan secara langsung tanpa perantara selama proses produksi dan konsumsi misalkan dalam usaha restoran. Ketika interaksi tersebut terjadi secara langsung, maka apa yang dilihat karyawan juga dilihat oleh konsumen. Persepsi konsumen terhadap apa yang dilihatnya dalam situasi selama interaksi akan mempengaruhi penilaian mereka terhadap kinerja perusahaan. Kondisi ini mengarahkan para pemikir manajemen pada masalah pemasaran internal dengan karyawan sebagai pelanggan internal. Interaksi yang sukses dapat tercipta bila proses dibelakangnya mendukung aktivitas ini. Artinya, peran karyawan front-liner hanya akan memberikan nilai yang maksimal bagi pelanggan ketika karyawan pada departemen lainnya memberikan layanan yang maksimal pula pada karyawan front liner. Kinerja front liner yang zero defect merupakan tujuan akhir yang hendak dicapai organisasi (Bitner, Booms dan Mohr, 1994). Dapat dikatakan bahwa karyawan di departemen tertentu dalam organisasi jasa merupakan pelanggan internal bagi departemen lainnya dan mempengaruhi hubungan dengan pelanggan eksternal (Liljander, 2000).
Aspek penting manusia dalam bauran pemasaran jasa adalah pada perbedaan peran manusia dan frekuensi interaksinya dengan karyawan. Judd (1987) mengembangkan skema yang didasarkan pada frekuensi interaksi antara karyawan dengan pelanggan menjadi 4 kelompok
yakni :
1. Contractor
Kelompok ini merupakan kelompok karyawan yang relatif sering berinteraksi dengan
konsumen dan terlibat langsung dalam bauran pemasaran yang konvensional misalkan
bagian penjualan atau customer service
2. Modifiers
Kelompok ini merupakan kelompok karyawan yang relatif sering berinteraksi dengan
konsumen dan menggunakan bauran pemasaran yang
3. Influencers
Kelompok karyawan yang terlibat dalam bauran pemasaran tadisional dan tidak sering
berinteraksi dengan karyawan. Misalkan karyawan yang terlibat dalam pengembangan
produk baru.
4. Isolateds
Kelompok karyawan yang melaksanakan fungsi-fungsi pendukung dan tidak berinteraksi
dengan karyawan.
Meninjau konsumen sebagai titik akhir dari semua aktivitas jasa maka terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam peran dan kedudukan kosnumen antara perusahaan jasa dan manufaktur. Bila dibandingkan dengan organisasi manufaktur, konsumen hanyalah merupakan penonton dalam proses produksinya sementara dalam organisasi jasa dimana sifat kegiatannya mendapat sebutan sebagai game between persons, maka konsekuensinya dalam organisasi jasa pertemuan antara karyawan dengan konsumen lebih besar kemungkinannya dibandingkan pada organisasi manufaktur (Bowen, 2002). Perbedaan peran, baik peran karyawan maupun peran konsumen dapat membentuk diferensiasi antara organisasi jasa yang satu dengan organisasi jasa yang lain. Diferensiasi ini menjadi suatu nilai tambah bagi konsumen. Pada beberapa jenis jasa, diperlukan keterlibatan konsumen baik secara fisik maupun mental dalam proses pertukaran yang terjadi dan diferensiasi menjadi sesuatu yang bernilai tinggi bagi konsumen yang terlibat dalam intensitas yang tinggi.



Gambar 1. Peran Karyawan dalam Usaha Jasa


KEPERCAYAAN DALAM INDUSTRI JASA

Deutsch (1973) mendefinisikan kepercayaan sebagai keyakinan suatu pihak akan menemukan apa yang diinginkan dari pihak lain bukan apa yang ditakutkan dari pihak lain.  Mayer, Davis dan Schoorman (1995) setuju bahwa kepercayaan adalah kemauan dari salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya (vulnerable) atas tindakan pihak lainnya. Sementara Barney dan Hansen (1994) berpendapat bahwa kepercayaan merupakan keyakinan mutual dari kedua pihak bahwa diantara keduanya tidak akan memanfaatkan kelemahan pihak lain. Costabile (1998) kepercayaan atau trust didefinisikan sebagai persepsi akan keterhandalan dari sudut pandang konsumen didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urut-urutan transaksi atau interaksi yang dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan kinerja produk dan kepuasan. Brand trust akan mempengaruhi kepuasan konsumen (Hess, 1995; Selnes 1998) dan loyalitas (Morgan dan Hunt, 1994).
Definisi diatas memberikan beberapa elemen penting yaitu kesedian dari salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya, keyakinan bersama bahwa diantara mereka tidak akan saling memanfaatkan kelemahan mitranya, serta adanya harapan bahwa pihak lain dapat memberikan kepuasan atas kebutuhannya. Dapat dikatakan menurut berbagai definisi tersebut bahwa dalam situasi kepercayaan terdapat unsur resiko yang biasanya dikaitkan dengan hasil keputusan yang diambil. Sumber resiko tersebut adalah pada keinginan dan kesediaan pihak yang terlibat untuk bertindak tepat.
Secara umum baik bagi industri jasa maupun manufaktur, dasar dari hubungan jangka panjang dengan konsumen ada pada kepercayaan konsumen terhadap perusahaan. Kepercayaan merupakan sari dari kompleksitas hubungan antar manusia. Konsep ini mewakili komponen hubungan kualitas yang berpusat pada masa depan. Kepercayaan dapat dikatakan eksis ketika ada kerelaan konsumen untuk bersandar sepenuhnya pada perilaku perusahaan dimasa depan (Bruhn,2003:65) Dalam upaya pembentukan kepercayaan ini dibutuhkan salah satu pihak yang lemah atau tidak berdaya (vulnerable) dimana terdapat ketidakpastian sebagai hasil dari keputusan yang diambil. Unsur ketidakpastian ini banyak terjadi dalam bidang jasa karena keunikan jasa seperti telah disebutkan diatas.
Sebagaimana dikatakan oleh Shostack (1977), bahwa karyawan sering dipandang sebagai jasa itu sendiri maka interaksi antara karyawan dengan konsumen yang didasarkan pada kepercayaan berpengaruh secara positif bagi perusahaan karena hubungan ini akan menciptakan nilai bagi konsumen yang pada gilirannya akan medorong kesetiaan (Guenzi dan Pelloni, 2003).
Kepercayaan merupakan konsep yang memfokuskan diri pada masa depan, yang memberikan suatu jaminan bahwa patner termotivasi untuk tidak beralih dalam konteks pertukaran dengan pihak lain ( Gurviez dan Korchia, 2003 ) Kepercayaan merupakan variabel kunci dalam jaringan pertukaran antara perusahaan dengan mitra-mitranya (Morgant & Hunt,1994). Secara psikologi kepercayaan merupakan suatu keyakinan dan kemauan atau dapat juga disebut sebagai kecenderungan perilaku (Moorman, Zaltman & Deshpande, 1992 dalam Delgado-Ballester et al., 2003) Chow dan Holden (1997), dalam studinya berhasil mengidentifikasikan peran kepercayaan dalam bidang non jasa. Dalam studi tersebut ditemukan bahwa rasa percaya konsumen terhadap tenaga penjualan berpengaruh secara signifikan terhadap kepercayaan mereka pada perusahaan meskipun belum terbukti mampu membuat konsumen menjadi loyal pada perusahaan.
Studi yang dilakukan oleh Ferrinadewi dan Djati (2004) memberi bukti empirik bahwa kepercayaan konsumen dalam bidang jasa dapat tercipta dari dimensi-dimensi manusia seperti ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), empati (emphaty) dan kehandalan (reliability). Dampaknya terhadap kesetiaan konsumenpun terbukti lebih besar ketika konsumen yang telah memiliki rasa percaya tersebut merasakan kepuasan.
Ketika dihubungkan dengan merek, dari sudut pandang konsumen, maka kepercayaan terhadap merek merupakan varibel-variabel psikologi yang mencerminkan akumulasi asumsiasumsi meliputi kredibilitas, integritas, dan kebaikan yang dilekatkan konsumen terhadap merek. Kredibilitas adalah kemampuan merek atau produk untuk memenuhi syarat-syarat pertukaran dalam bentuk kinerja yang diharapkan. Nilai kredibilitas ini sangat ditentukan oleh dalamnya pengalaman konsumen akan kemampuan merek dalam memuaskan kebutuhan konsumen. Integritas merupakan motivasi konsumen untuk setia pada merek atau produk sesuai dengan syarat-sayarat dalam pertukaran. Kebaikan merupakan kebijakan jangkan panjang konsumen yang mempertimbangkan kepentingan konsumen. Ketiga komponen kepercayaan inipun dapat digunakan pula dalam bidang jasa karena jasapun melibatkan pertukaran yang resikprokal meskipun tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan namun sebatas pada penambahan nilai saja.

PERAN KARYAWAN DALAM PEMBENTUKAN KEPERCAYAAN
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepercayaan melibatkan pandangan konsumen akan resiko yang terlibat dalam proses pertukaran, sehingga dapat juga dikatakan bahawa kepercayaan merupakan persepsi konsumen.
Persepsi terbentuk dari stimulus seperti pendengaran, penciuman, pandangan, sentuhan dan lainnya (Carlson et. al.,1997) yang kemudian diberi makna tertentu oleh konsumen. Dapat dikatakan sumber terbentuknya kepercayaan ini ada pada proses mental konsumen dalam hal ini persepsi dan pembelajaran.
Meninjau faktor pemasaran yang saat ini telah mengarah pada kepentingan konsumen, fokus kegiatan pertukaran saat ini ada pada kepuasaan dan loyalitas konsumen. Bauran pemasaran dalam hal ini produk yang diwakili oleh atributnya, seperti kualitas, fitur, desain dapat menjadi stimulus yang berharga dalam pembentukan persepsi konsumen akan kehandalan produk (Ferrinadewi & Darmawan, 2004:25). Bila ditinjau dari perspektif jasa, maka elemen pentingnya adalah manusia. Elemen ini memberikan perbedaan yang signifikan antara bidang jasa dan bidang manufaktur (Ferrinadewi & Djati, 2004), karena itu elemen kunci pada pemasaran jasa adalah pada interaksi antara karyawan dengan konsumen (Czepiel, 1990).
 Karyawan merupakan aset yang penting bagi perusahaan jasa oleh karena kemampuan elemen ini untuk menciptakan perbedaan yang dapat menciptakan kepuasan dan loyalitas konsumen. Kinerja karyawan terutama karyawan lini depan sangat menentukan bagaimana proses pertukaran atau penambahan nilai tersebut berlangsung. Ketanggapan, empati, jaminan dan kehandalan karyawan selama proses transfer menjadi stimulus bagi pembentukan persepsi konsumen akan kinerja jasa. Emosi dan perasaan konsumen sangat dipengaruhi oleh pertemuan dengan karyawan. Emosi dan perasaan jangka pendek ini (selama merasakan pelayanan) akan berpengaruh pada emosi dan perasaan jangka panjang tertutama berkaitan dengan customer retention (Lemmink & Mattsson, 2003).
Beberapa proses yang diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan adalah (Doney & Canon,1997 dalam, Bruhn, 2003:65) :
Ø Proses yang terkalkulasi
Menurut proses ini pihak tertentu yakin pada perilaku positif pihak lain ketika manfaat dari perilaku negatif pihak yang sama memiliki konsekuensi biaya yang lebih rendah.
Ø Proses prediktif
Kepercayaan menurut proses ini sangat bergantung pada kemampuan pihak tertentu untuk mengantisipasi perilaku pihak lainnya.
Ø Proses kemampuan
Proses ini berkaitan erat dengan perkiraan kemampuan pihak lain dalam memenuhi
kewajibannya.
Ø Proses intensi
Menurut proses ini kepercayaan didasarkan pada tujuan dan intensi pihak lain.
Ø Proses transfer
Kepercayaan menurut proses ini mengacu pada penilaian pihak lain diluar pihak-pihak yang
terlibat dalam proses transfer.



Mengacu pada pada beberapa jenis proses diatas terdapat persamaan penting didalamnya yakni bahwa proses penumbuhan kepercayaan membutuhkan kemampuan mengantisipasi perilaku pihak lain dalam hubungan konsumen-produsen. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa kesuksesan karyawan lini depan dalam menghantarkan jasa yang ditawarkan sangat ditentukan oleh hubungan pertukaran internal antar bagian dalam perusahaan. Kenyataannya ini mendorong kami untuk mengajukan proposisi bahwa empat dimensi manusia dalam jasa merupakan variabel kunci dalam penciptaan kepercayaan konsumen pada bidang jasa. Proposisi ini didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan usaha jasa untuk mengantisipasi keinginan pihak lain dalam hubungan pemasaran (konsumen) merupakan fokus dari keseluruhan aktivitas jasa yang ditujukan untuk mendorong komitmen konsumen, terutama pada usaha jasa dengan tingkat interaksi yang tinggi antara konsumen dan penyedia jasa.
Usaha jasa dengan tingkat interaksi yang tinggi dengan konsumen membuat satu-satunya sumber pengalaman konsumen dengan kinerja jasa adalah pada proses interaksi yang mereka jalani. Seperti dikatakan sebelumnya bahwa kepercayaan merupakan persepsi konsumen akan kehandalan kinerja produk maka sumber stimulus bagi persepsi konsumen ada pada proses interaksi tersebut. Bahkan keempat dimensi manusia dalam jasa yang kami proposisikan sebagai stiumulus tersebut memiliki keterkaitan satu dengan lainnya dalam proses penciptaan kepercayaan.
Bagaimana karyawan tanggap akan kesulitan yang dihadapi konsumen jauh sebelum konsumen mengungkapkan kesulitannya pada penyedia jasa membuat kepercayaan konsumen akan kehandalan penyedia jasa tumbuh. Demikian pula bagaimana karyawan memiliki empati pada kesulitan konsumen akan mendorong perasaan terjamin bahwa penyedia jasa akan mampu memberi solusi bagi kesulitan tersebut. Proposisi ini secara grafik sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :


Proposisi Pengaruh Elemen Manusia dalam Upaya Penciptaan Kepercayaan dalam Bidang Jasa.

Gambar diatas menggambarkan bahwa elemen manusia dalam bidang jasa yang diwakili oleh empat dimensi tersebut berperan sebagai stimulus yang saling berkaitan satu dengan lainnya dalam upaya menciptakan rasa percaya konsumen terhadap kinerja perusahaan jasa. Selanjutnya proposisi kami ini akan diuji pada penelitian kami selanjut.

KESIMPULAN
Kepercayaan dalam usaha jasa merupakan hal yang penting terutama pada jasa yang memiliki interaksi yang tinggi dengan konsumen. Tanpa rasa percaya konsumen akan kinerja jasa perusahaan maka sulit bagi perusahaan untuk memiliki konsumen yang memiliki komitmen mendalam dengan konsumen. Ketika perusahaan memiliki konsumen dengan komitmen yang tinggi maka boleh dikatakan perusahaan jasa tersebut memiliki kemampuan yang signifikan untuk bertahan dalam pasar yang terus berubah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Delgado-Balester, Elena, Jose Luis Munuera-Aleman dan Maria Jesus Yague-Guillen, 2003,
Development and Validation of A Brand Trust Scale , International Journal of Market
Research, vol. 45 Quarter 1, p. 35-53
Bruhn, Manfred, 2003, Relationship Marketing: Management of Customer Relationships,
Prentice Hall, England
Carlson, Neil R., William Buskist & Neil Martin, 1997, Psychology; the Science of Behavior,
Prentice Hall, Italy
Chow, Simeon dan Holden, Reed, 1997, “Toward An Understanding Of Loyalty: The
Moderating Role Of Trust”, Journal of Managerial Issues, Vol. IX no. 3, p. 275-298
Czepiel, John A. (1990), “Services Encounter and Services Relatioships”, Journal of Business
Research, vol. 20 (1) p. 13 – 21
Ferrinadewi, Erna dan Panjta Djati. 2004. Upaya Mencapai Loyalitas Konsumen dalam
Perspektif Sumber Daya Manusia , Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, vol. 6, Maret,
pp. 15-26.
Ferrinadewi, Erna dan Didit Darmawan. 2004. Perilaku Konsumen: Analisis Model Keputusan,
Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Guenzi, Paolo dan Ottavia Pelloni. 2003. Interpersonal Relationship and Customer Loyalty: A
Comprehensive Model and Empirical Investigation, paper, Instituto di Economia e
Gestione delle Impresse, Universita Commerciale Luigi Bocconi, Millano, Italy.
Gurviez, Patricia dan Korchia, Michael, 2003, Proposal for a Multidimensional Brand Trust
Scale, 32nd Emac-Conference-Glasgow, Marketing: Responsible and Relevant ?
Grõnroos, Christian. 1982 “Strategic Management and Marketing in The Services Sector”,
Helsingfor: Swedish School of Economic and Business Administrations.
Hartline, Michael D. dan O.C. Ferrel, 1996. “The Management of Customer Contact Services
Employees : An Empirical Investigation “, Journal of Marketing, Vol. 69 ( Oktober ), p.
52 – 70.
Herrington, Guy dan Wendy Lomax, 1999. Do Satisfied Employee Make Customer Satisfied ? :
An Investigation Relationship Between Services Employee Job Satisfaction and
Customer Perceveid Service Quality, Paper, Kingstone Business School Occasional
Paper Series 34.
Lemmink, Joseph dan Jan Mattsson, 2003. “Employee Behavior, Feelings of Warmth and
Customer Perception in Service Encounters,” International Journal of Retail &
Distribution Management, Vol. 30, No. 1.
Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 6, No. 2, September 2004: 114 - 122
Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/management/
122
Shostack, G. Lyn, 1977. ”Breaking Free From Product Marketing“, Journal of Marketing, Vol.
41 (April), p. 73 – 80.
Suprenant, Carol. F dan Michael R. Salomon, 1987. “Predictability and Personalization in The
Service Encounter”, Journal of Marketing, Vol. 51 (April) p. 86 – 96.